Membangun Jiwa Anak Lewat Bermain dan Kedekatan dengan Orang Tua
Setiap orang tua tentu ingin anaknya tumbuh cerdas, berprestasi, dan sukses di masa depan. Namun, jangan lupa bahwa kunci keberhasilan anak bukan hanya kecerdasan otak, tetapi juga kesehatan jiwanya. Anak dengan jiwa yang sehat akan lebih percaya diri, tahan banting menghadapi tantangan, dan mampu mengembangkan potensinya secara maksimal. Sebuah penelitian Harvard University (2015) menunjukkan bahwa anak dengan ikatan emosional yang baik dengan orang tua (secure attachment) memiliki daya tahan stres lebih tinggi, prestasi akademik lebih stabil, dan keterampilan sosial lebih matang. Sebaliknya, penelitian dari National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) menegaskan, anak yang tumbuh dengan ikatan emosional lemah berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan, depresi, hingga kesulitan menjalin hubungan sosial saat dewasa. Sayangnya, di zaman modern banyak anak yang harus “bersaing” dengan handphone orang tuanya. Tak jarang mereka ingin bercerita, tetapi dijawab, “Sebentar, Mama lagi zoom meeting” atau “Nanti ya, Ayah lagi balas chat kantor.” Padahal, satu pelukan hangat jauh lebih berharga daripada seribu like di media sosial. Jika pola ini terus berlanjut, anak bisa tumbuh merasa tidak diperhatikan, bahkan kehilangan rasa percaya diri sejak dini. Teladan Rasulullah SAW dalam Membangun Jiwa Anak Islam sejak awal menekankan pentingnya kelembutan dalam membangun jiwa anak. Rasulullah SAW adalah teladan terbaik, bukan hanya dalam mengajarkan ilmu, tetapi juga dalam menumbuhkan rasa aman dan dicintai. Salah satu kisah yang menakjubkan adalah saat Ummu al-Fadl menggendong anaknya. Rasulullah SAW meminta anak tersebut, namun saat berada di pangkuan Nabi, si kecil buang air kecil. Ummu al-Fadl segera merenggut bayinya dengan kasar. Rasulullah pun menegurnya: “Pakaian yang kotor ini bisa dibersihkan dengan air. Tapi bagaimana cara membersihkan jiwa anak ini akibat renggutanmu yang kasar?” Kisah sederhana ini mengajarkan bahwa anak kecil tidak bisa diperlakukan dengan standar orang dewasa. Jiwa mereka perlu dipahami, bukan dimarahi. Dalam banyak riwayat, Rasulullah sering memangku cucunya, mencium mereka, bahkan ikut bermain. Ketika al-Aqra’ bin Habis heran melihat Nabi begitu sering mencium anak kecil, Rasulullah menjawab: “Barang siapa tidak menyayangi, ia tidak akan disayangi.” (HR. Muslim) Bagi Rasulullah, bermain dengan anak bukanlah membuang waktu. Itu adalah cara membangun jiwa mereka agar tumbuh dengan cinta, kelembutan, dan rasa dihargai. Jiwa yang Sehat, Kompetensi yang Melejit Psikologi modern membuktikan apa yang telah Nabi teladankan. Anak dengan jiwa sehat lebih mudah belajar, berani mencoba hal baru, dan tidak takut gagal. Mereka tumbuh percaya diri karena tahu ada rumah yang aman untuk kembali, ada orang tua yang mendukung tanpa syarat. Sebaliknya, anak dengan jiwa rapuh cenderung mudah cemas, takut menghadapi tantangan, atau merasa bahwa kasih sayang orang tua bergantung pada prestasi mereka. Inilah yang membuat sebagian anak terlihat “pintar” di sekolah, tetapi merasa hampa dalam kehidupan sosial dan emosionalnya. Tips Membangun Jiwa Anak Sehat Silungkang Playground: Bermain, Belajar, dan Membangun Jiwa Semua teladan Rasulullah ini mengajarkan bahwa membangun jiwa anak membutuhkan ruang yang sehat. Ruang untuk bermain, bercanda, dan berinteraksi dengan kasih sayang, bukan sekadar ruangan penuh gadget. Itulah yang dihadirkan oleh Silungkang Playground. Bukan hanya tempat bermain anak, tetapi juga media untuk membangun kedekatan orang tua dan anak. Di sini, anak-anak bisa bereksplorasi dalam lingkungan yang aman, melatih kemandirian, dan tumbuh bersama nilai-nilai Islami. Sementara itu, orang tua bisa menggunakan momen ini untuk benar-benar hadir, meletakkan handphone sejenak, lalu menggantinya dengan tawa, pelukan, dan doa. Karena kami percaya, setiap detik bermain bersama anak adalah investasi jiwa yang akan mereka bawa seumur hidup.